Kereta Rel Listrik
Saya rasa hampir semua yang berdomisili di Jabodetabek pasti
pernah merasakan kereta rel listrik (KRL). Kereta rel listrik sebenarnya
merupakan sarana transportasi komuter masal yang paling ampuh untuk mengurai
masalah kemacetan di Jabodetabek. Terlepas dari perilaku para manusia
penggunanya dan penyedia jasa layanan, sebenarnya sayang sekali kalau moda
transportasi ini dibiarkan begitu saja malah cenderung terkesan kumuh, tidak
nyaman, tidak aman. Akhirnya para penggunanya pun selalu berangkat dari
“keterpaksaan” karena yang tersedia cuma itu untuk menjangkau tempat
beraktifitasnya. Bagi yang suka tertarik dengan KRL, tulisan ini akan sedikit
mengupas secara ringkas tentang kereta rel listrik dari sisi teknologinya
Beberapa rekan penulis di blog ini sudah memaparkan dengan
sangat baik prinsip-prinsip dasar dari mesin elektrik dan rangkaian elektronika
daya. KRL semata-mata adalah salah satu aplikasi langsung dari prinsip-prinsip
tersebut. Sesuai dengan namanya, Kereta Rel Listrik, artinya untuk
menggerakkan kereta ini diperlukan energi listrik sebagai sumber. Sangat mudah
mengidentifikasi KRL, jalur KRL selalu memiliki saluran listrik di atasnya.
Tentu saja berbeda dengan jalur kereta lintas jawa (KA. Argo, KA. Parahyangan,
dsb) yang tidak memiliki saluran listrik diatasnya karena yang beroperasi di
situ merupakan kereta rel diesel. Kalau diatas kereta terdapat saluran listrik,
tentu saja akan heran kalau mendengar berita manusia mati tersengat listrik
karena duduk di atap KRL (tanya kenapa..?).
Sumber
dc atau sumber ac?
Dua macam sumber listrik ini bisa digunakan di KRL. Sumber
dc yang umum dipakai biasanya 1500 Volt, sedangkan untuk kereta super cepat
bisa memakai sumber ac hingga 25 kV. Untuk menyalurkan ke kereta yang berjalan
digunakan piranti bernama pantograf. Tipe pantograf ada yang
diamond-shaped atau single-arm, kedua tipe ini memiliki fungsi sama untuk
mengalirkan listrik dari sumber diatas ke konverter kemudian diteruskan ke
motor (Gambar 1) sehingga KRL berjalan. Pantograf harus bisa kontak
secara kontinyu dengan konduktor sumber tanpa cepat aus disamping pantograf
harus aerodinamis karena dipakai di kecepatan yang relatif tinggi
terus-menerus.
Gambar
1. Bagian KRL
Motor
ac atau motor dc?
Pada awal perkembangan KRL, motor dc dominan digunakan
karena mudah pengaturannya. Cara klasik pengaturan KRL motor dc adalah dengan
membatasi tegangan yang masuk ke motor dc dengan menggunakan rheostat sehingga
kecepatan motor dc dapat diatur. Efisiensi yang rendah akibat rheostat dan berkembangnya
teknologi saklar statis (thyristor) mengakibatkan cara ini sudah tidak lagi
dipakai. Sekarang ini untuk mengatur tegangan dc pada KRL motor dc digunakan
konverter dc-dc atau sering disebut chopper dc (Gambar 2). Dengan
konverter dc-dc pengaturan tegangan lebih mudah dan efisiensi lebih baik.
Penggunaan konverter dc-dc dimulai pada KRL generasi tahun 1970. Pada motor dc,
komutator, sikat dan cincin belah merupakan sesuatu yang harus ada, sayangnya
banyak kejadian ground fault yang terjadi ketika komutator kontak dengan sikat
pada kecepatan putar yang tinggi. Hal ini termasuk salah satu yang mendasari
penggunaan motor ac pada KRL.
Gambar
2. Sistem penggerak motor dc
Kerugian tadi dan semakin berkembangnya teknologi saklar
statis untuk rangkaian elektronika daya mengakibatkan KRL generasi selanjutnya
lebih memanfaatkan motor ac daripada motor dc. Untuk menggerakkan motor ac pada
KRL ditunjukkan pada Gambar 3. Apabila sumber yang digunakan berupa sumber dc
maka pengaturan kecepatan menggunakan inverter VVVF (variable voltage,
variable frequency) untuk mendapatkan tegangan ac tiga fasa yang bisa
diubah-ubah tegangan sekaligus frekuensinya sehingga kecepatan motor ac dapat
berubah-ubah (Gambar 3 atas). Pada kasus sumber yang dipakai adalah sumber ac satu
fasa, diperlukan tambahan penyearah untuk mengubah sumber ac menjadi dc,
kemudian baru diubah lagi menjadi tegangan tiga fasa menggunakan vvvf (Gambar 3
bawah). Mengapa tampak repot dengan konfigurasi ac-dc-ac padahal sumbernya ac
dan motornya ac juga? Karena pada umumnya sumber ac yang dipakai merupakan
sumber satu fasa sedangkan motor ac yang digunakan adalah motor tiga fasa,
sampai saat ini konversi satu fasa ke tiga fasa langsung belum bisa.
Gambar
3. Sistem penggerak motor ac
Penggunaan motor ac pun terbagi menjadi dua macam, ada KRL
yang menggunakan mesin ac asinkron dan ada juga yang menggunakan mesin ac
sinkron. Contoh terkenal dari KRL yang menggunakan mesin ac sinkron adalah TGV
di Perancis. Alasan penggunaan motor ac sinkron pada TGV adalah pada saat
generasi TGV pertama rilis, dengan menggunakan mesin ac sinkron, komutasi dan
pemadaman thyristor dapat dilakukan secara natural. Hal ini akan menghilangkan
rangkaian tambahan untuk memadamkan thyristor (yang harus ada apabila motor
yang dipakai adalah motor ac asinkron). Alasan lain adalah adanya peraturan
berat maksimum dari boogie pada TGV. Teknologi KRL sekarang lebih banyak yang
memanfaatkan mesin ac asinkron sebagai motor traksinya.
Terpusat
atau terdistribusi?
Terdapat dua jenis KRL, terpusat (locomotive-hauled)
atau terdistribusi (electric multiple unit/EMU). Kereta cepat di Eropa
kebanyakan menganut sistem terpusat dengan hanya 1 gerbong yang memiliki sistem
penggerak, seperti lokomotif pada kereta konvensional. Keuntungan dari sistem
ini adalah biaya produksi yang lebih rendah karena hanya 1 gerbong saja yang
berisi peralatan, disamping itu getaran dan kebisingan yang lebih rendah bagi
para penumpang. Sebaliknya KRL yang banyak dipakai di Jepang menganut tipe
terdistribusi, termasuk shinkansen (bullet train), sebagai gambaran 1 unit KRL
biasanya terdiri dari 5 gerbong dimana 3 gerbong memilki sistem penggerak dan 2
gerbong tanpa penggerak. Keuntungan sistem terdistibusi adalah penyebaran
berat yang merata, peluang kegagalan yg lebih rendah karena penggerak yang
tersebar, pengereman regeneratif, dsb. Pemilihan apakah sistem penggerak
terpusat atau terdistribusi murni bebas, bahkan alasan geografis pun bisa
dipakai, seperti sistem KRL di Jepang yang jarak antar stasiun berdekatan tentu
saja sistem terdistribusi akan lebih baik karena akselerasi dan deselerasi
dalam waktu singkat.
Konsumsi
daya
Sebagai gambaran, TGV keluaran tahun 2005 menggunakan sistem
ac 25 kV dapat mencapai kecepatan maksimum hingga 320 km/j, rating daya
mencapai 9.6 MW. Shinkansen N700 16 gerbong keluaran 2007 (ac 25 kV) dapat
mencapai kecepatan maksimum hingga 300 km/j dengan rating daya 17 MW (56 buah
motor 305 kW). Untuk KRL ringan seperti di jaringan Jabodetabek,
Seri-7000 (10 gerbong) bekas dari Jepang misalnya menggunakan 24 motor
masing-masing 165 kW sehingga total mencapai 3,9 MW pada 1500 V DC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar